Selasa, 25 Mei 2010

Selamat Jalan Ibu Negara



Selamat Jalan Ibu Hasri Ainun Habibie
Semoga beliau diterima di sisiNya

Sabtu, 22 Mei 2010

GAGAAAAAAAAAAAAAAK!!!



Review lagi!!
Lagi suka sama yang kocak-kocak,nih, tahu kan? Movie Crows Zero yang dibintangin sama Shun Oguri? Nah, kemarin ini nih, aku baru baca manga-nya. Seru bo!!! Sering bikin ketawa!!!

Ceritanya tentang Suzuran, SMA yang terkenal sama murid-muridnya yang berandalan, suatu hari kemasukan murid baru, tokoh utama maksudnya, Harumichi Boya. Dasarnya Harumichi anak nggak beres, jadinya dia sering berkelahi, bahkan sama murid-murid yang disegani *karena kekuatan*. Gara-gara itu dia jadi ketahuan punya kekuatan berkelahi yang luar biasa!!!

Akhirnya, Harumichi ditakuti oleh murid-murid Suzuran, walau nggak semuanya sih, dan banyak yang pingin jadi pengikutnya. Termasuk Yasuda, teman pertama Harumichi yang lemah, Akutsu cs, dan Hiromi cs, yang sudah dikalahkan Harumichi di hari-hari awalnya masuk sekolah. Selanjutnya, dia bakal mengalami berbagai macam masalah dengan berandal lain. Baca sendiri! Keren loh!!

Yang menarik disini, sejak volume 1 sampai yang aku terakhir baca alias volume 6, NGGAK ADA TOKOH CEWEKNYA BABAR BLASS!!! Dari halaman pertama, adanya cowoooooook mulu. Gebuk-gebukan pula. Biasanya kalo abis berkelahi, bonyok disana-sini, masuk rumah sakit, tau-tau sembuh, terus berkelahi lagi! Gyahaha...aku suka sih...

Beda sama movienya, tokoh utama di movie namanya Takiya Genji, kalo di manga namanya Harumichi Boya, pun kepribadiannya beda. Takiya Genji yang dimainin sama Shun Oguri karakternya cool, jarang ngomong, beda sama Harumichi yang cerewet, bodoh, geblek, suka nyolot, konyol! Beda banget kan? Si Harumichi ini juga bikin aku ingat sama manga Slam Dunk, tokoh utamanya, Hanamichi Sakuragi, kuat, tapi konyol...hehe...tipe karakter yang siiip lah pokoknya!

Yang penasaran, buruan baca deh! Selera humor Takahashi Hiroshi-sensei top pokoknya! Eiya...ini ada my fav pics dari manga-nya, aku ambil dari onemanga, thx bro...

Jumat, 14 Mei 2010

Kisah Princess yang Malang : Shokojo Seira!!!

Hyaaaah! Aku kembali!!!

Yak, setelah lama tak ada kejadian menarik untuk diceritakan, akhirnya aku memutuskan untuk bersinopsis sedikit tentang dorama yang baru selesai kutonton.

Oke, bisa dilihat, gambar di samping, buat penggemar dorama pasti nggak asing dong, kalo wajah ini punya Shida Mirai. Hem, ini dia Shokojo Seira atawa bahasa Inggrisnya Little Princess Seira.

Pada awal mula, Kuroda Seira ini adalah seorang anak yang super mega power kaya, sebagai anak putri satu-satunya dari seorang pemilik tambang berlian, tanpa ibu pula, dia menjalani hidup dengan penuh keceriaan dan kebahagiaan. Baik hati pula, pokoknya perfect banget sebagai seorang cewek. Pinter pula, ya ampun, jarang-jarang ada cewek kayak dia loh...Cantik pula...ck ck ck...Nah, berhubung hidup dan dibesarkan di India, dia berinisiatif buat sekolah di seminari tempat ibunya sekolah dulu di Jepang. Nama sekolahnya Millenius Seminary, seminari khusus cewek.

Nah, malangnya, beberapa hari setelah dia sekolah di sana, tepat pada hari ulang tahunnya, papahnya tewas tersandung berlian. Enggak, ding, bercanda. Maksudnya, ada kecelakaan di tambang dan papahnya tewas begitu saja. Tanpa pamit. Gara-gara hal itu, perusahaan keluarga Kuroda ditunjuk sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu *yang notabene juga menewaskan banyak pekerja* dengan pembekuan semua asetnya. Alhasil, Seira jadi miskin mendadak. Berhubung Millenius Seminary juga lagi krisis, Seira ditendang jadi pelayan di sana. Cerita inti dimulai dari sini. Seira menjadi gadis yang super mega power malang, disuruh bekerja ini-itu, plus digencet sama teman-teman sekelasnya yang pada sebel. Perjalanan menuju princess sejati, yeah. Rahasia pokoknya, tonton sendiri ya! Bagus lho! Ada Kaname Jun loh!

Nah. Di bawah ini ada beberapa komen yang kutulis secara subyektif. Ingat!!! Subyektif!!!

Minus :
Menurutku, ada beberapa tokoh dan figuran di sini yang aktingnya belum bagus-bagus amat, jadi pada beberapa adegan keliatan agak dipaksakan. Kalo aktingnya Shida Mirai sih, nggak usah ditanya lah yha...hehe. Terus ada dua tokoh tambahan, teman-teman Seira yang setia dari awal sampai akhir alias dua ekor tikus yang akhirnya diberi nama Nemi dan Zumi. Imut sih, tapi yang nyebelin, ni tikus dua tidak punya suatu kekuatan atau kecerdasan buat membantu Seira yang malang *ya iyalah, kan tikus!* tapi tiap episodenya datang cuma mau minta makan, ya ampun...tega banget dah pokoknya. Mana waktu tamat dikasih rumah bagus sama Seira lagi! Gyahaha...terus, aku agak terganggu sama goyangan kamera yang lagi nge-shoot muka para tokoh. Jarang sih, tapi ini membuktikan bahwa sang kameramen mungkin lapar, terus getaran lambungnya merambat sampai kamera. Hah, bodo amat. Terus, di sini kan ada percintaan antara Seira sama Kaito yang udah kerja duluan di seminari. Kaito adalah tipe lelaki yang tidak kusuka. Nggak jantan. Gampang gugup, walau suka menolong. Tapi itu, lho, pokoknya sikapnya itu bikin gemessss...hau...tapi, buat cewek yang suka cowok imut, pasti seneng deh! (^ w ^)v_piss_

Plus :
Ceritanya secara keseluruhan bagus loh! Awalnya aku takut kalo ni dorama bakal sangat menyedihkan *kayak filmnya Will Smith sama anaknya, the Pursuit of Happiness, aku nggak kuat nonton*, tapi ternyata nggak. Tiap episodenya terus ada pencerahan buat menemukan harapan, karena pada dasarnya si tokoh utama adalah orang yang super duper baik dan positif. Jadi ikut optimis, gitu. Hubungan batin antara pimpinan Millenius Seminary, Ibu Seira sama Seira sendiri juga menarik. Terus, makanannya enak-enak. Ceweknya manis-manis. Sopan-sopan. Seira bisa bahasa Perancis! Wow!! *plok!plok!plok!* Ada Kaname Jun pokoknya!

Ada temanku yang nonton ni dorama nangis melulu. Aku cukup dengan berkaca-kaca. Emang mengharukan soalnya. Tapi sayang, Kaname Jun yang muncul sebagai tokoh pahlawan, cuma nongol di episode-episode terakhir. Hauuu... Padahal lagi mempesona tuh, halah. Penasaran? Selamat menonton saja lah ya...hehe.

Minggu, 02 Mei 2010

Belajar Nyetir

Fuwa...
Tadi seharian baru latian nyetir, susah juga yha. Padahal pakai motor aja belum canggih-canggih amat. Awal mula sih, harusnya dari liburan semester satu yang telah lalu itu dah mulai latihan, cuma, akunya aja yang banyak main, jadinya nggak sempat. Baru kemarin Bapak mengultimatum biar latihan sama Pak Yono, yang merupakan teman Bapak.

Oke, pukul sembilan pagi, datanglah Pak Yono beserta anaknya, Mas Wisnu, menjemputku buat latihan. Langsung deh kita pergi ke lapangan pertamina, daerah Ngampel deket rumahnya Pepi, dan kita (baca:aku) latihan di sana.

Pertamanya, nggak langsung jalan, aku belajar teori dulu, mana gas, rem, persneling, kopling. Aku disuruh latihan injek-injek kopling sama oper persneling secara baik dan benar, biar jalannya halus. Lamaaa banget sampe aku rada lancar injek-injek, baru deh, jalan. Parah, bos. Ngadat jalannya. Mana dimarahin terus pula. Kaki kiriku ditendang-tendang (note : dimarahin sama ditendang-tendangnya secara halus kok, gila apa ditendang beneran) biar benar main koplingnya.

Abis itu istirahat sebentar, yang istirahat sih Pak Yono sama Mas Wisnu. Aku disuruh puter-puter setir mobil yang dah didongkrak, jadi bisa latihan puter-puter setir sementara mobil diam, seratus kali pol ke kanan, sama seratus kali pol ke kiri. Jadilah aku bagaikan remaja bodoh memutar-mutar setir mobil sendiri kayak mainan...Padahal di situ banyak para pemuda, yang pemudi aku sendirian...bwoho...malu bos...

Terus, aku muter-muter lapangan pertamina lagi, jalan maksudnya, biar oper persnelingnya lancar. Susahhh...belok kanan sama kiriku jelek, artinya, aku belum menguasai setir. Jadilah, kadang terlalu kiri, kadang terlalu kanan. Oper persnelingnya juga belum halus, jadi mobilnya sering berguncang mengerikan...tapi lumayan, sih, Alhamdulillah, belajar dari jam sembilan pagi sampai setengah empat sore, aku dah bisa muter-muter lapangan pertamina sambil oper persneling, nambah sama ngurangi, sama ngerem yang alus. Nah, pelajaran hari ini sampai sekian itu. Besok, latihan riting *gimana nulisnya, nggak tahu!*, sama terjun di jalan raya, di Kaliwiro! Ouch! Kaliwiro!!! Wait for meeee!!!

Pelajaran menyetir hari ini :

1. Belajarlah teori menyetir terlebih dahulu, terutama pengenalan komponen-komponennya dan fungsinya masing-masing. Seperti kopling bual ngopling, rem buat ngerem, gas buat ngegas, dsb.

2. Berlatih menggunakan peralatan yang ada di depan anda secara imajiner, yaitu tanpa menyalakan mesin. Cara ini efisien, tak beresiko, dan hemat bensin dibanding yang langsung berlatih menyalakan mesin mobil langsung cabut. Pastikan anda didampingi orang dewasa dalam hal menyetir. Lakukan hal ini sampai anda merasa terbiasa dengan yang ada di depan anda, terutama gas, kopling, rem, dan setir bagi pemula. Note : INJAK KOPLING, REM, DAN GAS DENGAN HALUS, BAIK DAN BENAR atau mobil anda bakal njindhal, atau bisa jadi merusak mesin. Bagian ini membutuhkan perhatian lebih buat pemula.

3. Beranikan diri untuk menjalankan mobil. Nah, pada tahap ini anda mulai belajar menyalakan mesin, menjalankannya perlahan, dan praktekan apa yang sudah dipelajari pada tahap sebelumnya. Seperti oper persneling, belok kanan, belok kiri, dan mengerem. Pastikan anda berada di tempat yang luas, dan pendamping, tentu saja.

4. Sabar dan telaten, itu perlu sekali. Buat yang tidak sabaran, biasanya celaka soalnya *pernah mengalami*. Dan berlatihlah secara kontinyu.

Ini Aneh, Sangat Aneh

***Note : cerpen ini aku buat dalam rangka lomba beberapa bulan yang lalu, berhubung nggak menang *hehe* dan nggak ada pemberitahuan lebih lanjut, jadi mau berbagi aja. Rada aneh emang ceritanya. Nggak jelas pula. Nggak bagus kok, nggak bagus. Selamat membaca!***

APA INI???

Aku tak menemukan kakek. Aku tak menemukan Bibi. Dan pakaianku jadi kain terbelit-belit! Baru saja aku untuk pertama kalinya bermain di loteng rumah Kakek, mencoba menyentuh cermin hitam di sana, berpusing cukup lama, dan tiba-tiba berada di sini!

Yang ada di depanku sekarang adalah, kumpulan pria yang penampilannya seperti pegulat, sebuah gong, serta lapangan bulat selebar arena tanding bulutangkis di tengah mereka. Kulihat bokongku berada di atas kursi kayu dengan ukiran yang rumit, dan aku berada pada posisi yang nyaman untuk menonton. Tambah lagi, seorang pria paruh baya dengan pakaian tradisional Jawa yang glamor, duduk tepat di sebelahku. Jangan-jangan aku tadi pingsan dan tiba-tiba didandani untuk jadi peserta festival budaya? Ya ampun!

“Maaf, Pak. Ini di mana ya?” aku towel tangan pria paruh baya itu, dan dia mengernyit.

“Apa yang Ananda katakan? Apa Ananda lelah? Atau sakit?” tanyanya prihatin.

Aku menggeleng, “Sepertinya saya salah tempat. Tolong, saya harus pulang!”

“Apa? Ananda ingin beristirahat? Tapi sayembara ini dilaksanakan untuk Ananda, tak boleh pergi sebelum selesai,”

“Kumohon!” Sontak aku berdiri, pria itu terkejut, dan wanita yang sejak tadi berdiri di belakangku, merengkuh tanganku dan dengan lembut memaksaku duduk kembali.

“Gusti Ratu, sepertinya Putri Drupadi gugup menghadapi sayembara ini, setelah menolak Adipati Karna, ” wanita itu berujar sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.

“Hahaha! Tentu saja! Ratusan pemuda terbaik dari seluruh negeri memperebutkan putriku! Jelaslah ia berhak memusingkan diri untuk memilih salah satu diantaranya! Tenanglah Ananda putriku, ayah yakin, pria yang memenangkan sayembara ini adalah pria yang hebat! Tak perlu merasa bersalah telah menolak pria sehebat Adipati Karna, karena pasti ada yang lebih baik lagi!”

Adipati? Karna? Aku tak yakin. Tapi, perlahan aku sadar, aku memang berada di tempat lain. Tak masuk akal, tapi memang harus masuk di akal! Aku, Drupadi? Hei, ini bukan timesplit, ‘kan? Oke, begini saja. Ini mimpi. Pasti begitu. Pasti.

Selagi aku berpikir, tak terasa pergumulan pegulat telah dimulai. Mereka berkelahi. Merebutkan aku. Dan selagi aku heran, aku melihat lima pemuda mengenakan pakaian kain kelabu tua diantara orang-orang di sekitar arena. Aku tertarik.

“Ehm, Ayahanda, siapa mereka?” aku mencoba bertanya pada Sang Raja, mencoba beradaptasi. Jariku menunjuk lima pemuda itu.

“Dari pakaiannya, mereka brahmana, tapi, entahlah. Tak biasanya kaum brahmana ikut serta dalam sayembara.”

Beberapa saat kemudian, salah satu dari mereka maju ke arena. Kuperhatikan, dialah yang paling tampan diantara kelimanya. Kulitnya bercahaya, hidungnya bangir, sorot matanya tajam, dan gagah. Dia berkelahi dengan gesit, menumbangkan satu persatu penantangnya, selayaknya silat, jungkir balik, tendang sana tendang sini, lompat dan sesekali menghindar, beraksi ke segala penjuru arena pertandingan. Gerakannya bagai tarian, indah sekali. Padahal dia seorang brahmana! Tak bisa aku sembunyikan rasa kagumku, dan aku terus menatapnya lekat-lekat. Tapi di luar itu semua, aku masih memusingkan diri. Apa yang sedang aku lakukan di sini? Gila!

Tak makan waktu lama, pemuda itu berdiri di tengah arena sebagai pemenang.

“Gusti Ratu, ini saatnya.”

Sang Raja mengangguk, dan berkata, “Drupadi putriku, mari kita menemui dia,”

Aku menurut saja, tapi, secara tak terduga, interupsi datang dari para hadirin.

“APA-APAAN INI??? BRAHMANA TAK SEHARUSNYA MENGIKUTI SAYEMBARA!!! KAMI TAK TERIMA!!!”

“BENAR!!! HUKUM SAJA BRAHMANA ITU!!!”

Situasi tak terkendali, aku dan Sang Raja, tak berkutik. Dengan sigap para pengawal mengamankan kami. Kelima pemuda berpakaian brahmana itu berkelahi dengan susah payah, melawan ratusan orang yang datang untuk sayembara. Perlahan, mereka menjauh dari arena sambil menangkis serangan-serangan yang membabi buta. Mereka menuju tempat penitipan kuda, masing-masing dari mereka menaikinya satu sambil bertarung. Mereka meloloskan diri dengan kuda, tapi ada satu dari mereka yang tak lari, melainkan menuju ke arahku. Aku tak menyadari apapun sampai dia menyambar tubuhku dan mendudukkanku di belakangnya. Ini semua terlalu cepat! Dia membawaku kabur!

“Putriku!!!” Sang Raja berteriak, tapi, karena dia bukan ayahku, aku tak merespon. Dan sepertinya, prajurit berkuda mulai mengejar kami.

“Siapa kau? Apa yang kau lakukan?”

“Aku memenangkan sayembara, dan aku berhak mendapatkanmu. Aku Arjuna, putra ketiga dari Pandhawa, datang dari Astina Pura. Mereka yang di depan itu saudara-saudaraku,” katanya sambil memacu kuda.

Wow. Sepertinya aku tahu dimana aku berada. Ya! Aku ingat! Ini masa dimana kisah Mahabharata berlangsung. Aku pernah mendengar Kakek bercerita padaku. Tapi aku tak mengingat seluruhnya. Lalu, kemana tujuan kelima pemuda ini kabur? Sekarang ini, yang aku tahu hanyalah, prajurit berkuda tak tampak. Ini artinya, mereka berhasil melarikan diri!

Ya ampun. Sesungguhnya, aku ingin tidur. Tapi guncangan selama perjalanan membuatku harus menahan rasa sakit di pantat. Kalau aku tiba-tiba menyandarkan kepalaku di punggung yang ada di hadapanku ini, malu. Tapi ini memang perjalanan yang panjang. Kalau aku bawa jam tangan, pasti sudah lebih dari lima jam kuda ini berlari. Matahari hampir tenggelam. Dan kami belum sampai tujuan. Tanganku lelah memeluk pinggang pemuda ini dalam waktu yang lama. Senang, sih. Tapi, grogi juga.

“Kapan kita sampai?”

“Menurut perkiraanku, ketika matahari tenggelam, kita sudah sampai. Tenang saja, simpan saja lelahmu. Kau bisa beristirahat nanti, Drupadi.” Dia tersenyum menggoda. Tidak sopan! Tapi karena dia tampan, aku maafkan. Baiklah, dia benar. Matahari sudah separuh tenggelam di cakrawala, dan kelima kuda menurun kecepatannya. Kami memasuki kawasan di mana ada rumah joglo yang indah berdiri di atasnya. Dan setelah kuda-kuda ini berhenti, Arjuna turun dan membantuku menjejak tanah.

“Drupadi, tunggulah di sini. Ada ibuku, kami ingin berbicara dengannya sebentar.”

Aku mengangguk patuh. Pandhawa memasuki bagian depan joglo menemui seorang wanita. Ibu mereka?

“Ibu, kami pulang,” kakak Arjuna memulai pembicaraan.

Wanita itu tersenyum lembut, “Masuklah dan beristirahat, kalian pasti telah mengalami kejadian yang melelahkan,”

“Benar. Tahukah Ibu? Selama perjalanan, kami mendapatkan sedekah dari orang-orang,”

“Kalau begitu, putraku, semua yang kalian dapatkan selama kalian pergi, aku perintahkan untuk dibagi sama rata, tak terkecuali.”

“Tak terkecuali, Ibu? Benarkah itu?”

“Benar, tak terkecuali. Aku perintahkan itu, dan kalian harus melaksanakan. Kata-kataku sebagai seorang Ibu dari para ksatria, tak bisa ditarik kembali.”

Pandhawa terdiam sejenak. Arjuna angkat bicara,”Ibu, akan kuperlihatkan sesuatu!” Dia berjalan cepat menuju ke arahku, menarikku ke hadapan Ibunya.

“Kami dapatkan Drupadi, putri dari Raja Drupada, penguasa Panchala, sebagai hasil dari kami memenangkan sayembara!” ujar Arjuna lantang. Aku bingung.

Ibu mereka tampak sangat terkejut melihatku.

Kakak Arjuna menambahkan,”Ibu telah memerintahkan kami berbagi atas apa yang kami dapatkan, itu berarti, Drupadi pun menjadi milik kami berlima!”

APA??? APA INI???

“APA ARTINYA INI SEMUA???” Aku berteriak. Mereka semua menatapku. Lebih-lebih Ibu Pandhawa. Terbelalak ia!

“Drupadi, atas perintah Ibuku, kau harus menikahi kami semua. Kau tak bisa mengelak atas takdirmu, dan apa yang diperintahkan atasmu.”

Aku tak berpikir dua kali. Sontak aku melepaskan pegangan tangan Arjuna, dan berlari. Entah mengapa, tiba-tiba aku menjadi wanita rendah! Seenaknya saja mereka!

Di belakang, Arjuna mengejarku, tapi lariku lebih cepat. Lariku seperti lari orang kesetanan!

“Drupadi! Berhenti! Berhenti kataku!”

“Tidak! Aku tak mau menikahi kalian berlima!!! Aku pelajar!!!”

“Apa yang kau katakan? Kau bisa mencoreng nama baik ayahmu!! Atau, kau merasa bersalah menolak Adipati Karna?”

“Siapa lagi itu??? AKU TAK TAHU APA-APA!!!”

“Drupadi! Aku memenangkan sayembara untuk mendapatkanmu! Aku berhak atas dirimu!!!” Huh! Memangnya kenapa?

Tiba-tiba, sekitar 50 meter di depanku muncul sebuah lubang besar hitam di udara. Aku merasa aneh. Tapi dari tadi memang aneh!!! Karena semua yang ada di sini aneh-aneh, aku masuki saja lubang yang aneh itu! Hap!

“DRUUUUPAAAADIIIII!!!!” teriakan Arjuna melemah, sepertinya dia mulai lenyap.

BRUAGH!!!

Aku terjerembab. Daguku sakit. Dan posisiku memalukan. Aku mencoba duduk. melihat sekitar. Ini, ruangan yang aku kenal. Loteng rumah kakek! Kubersihkan diriku yang diselimuti debu. Syukurlah, bajuku kembali seperti semula. Kubilang apa, aku hanya bermimpi! Aku menoleh ke belakang, dan kutemukan lagi cermin hitam itu. Hah? Bayanganku di cermin? Aku meneliti penampakanku dalam cermin, dan aku menemukan sesuatu. Aku raba kepalaku, kuambil benda yang menempel di rambut. Astaga! Hiasan? Ini seperti penjepit rambut yang aku pakai di alam sana. Emas dengan ukirannya yang cantik berbentuk bunga, berkilat-kilat diterpa cahaya temaram lampu loteng. Aku segera turun ke lantai bawah.

“Wiwid!” Bibi memanggilku segera setelah melihatku, “Baru kemana saja kau??? Kau sudah membuatku cemas! Dan ternyata kau tidur di loteng? Ya ampun…” dia geleng-geleng kepala.

“Ah…haha. Maaf, maaf, Wiwid saja tidak sadar kalau ketiduran, sampai malam…” aku tersenyum hambar, “Mana Kakek?”

Bibi bermain mata mengisyaratkan bahwa Kakek berada di ruang makan. Aku segera menuju ke sana.

“Kakek!” panggilku. Beliau sedang asyik membaca, terperangah menyadari kehadiranku, “Lihat!” Aku menyodorkan jepit rambut itu.

Kakek memandangnya lama. Setelah itu tampaknya ia mengingat-ingat sesuatu, berpikir, dan ia menatapku,”Kau temukan itu,”katanya pelan, bibirnya tersenyum misterius.

“Apa?” Kakek tak mau menjawab, ”APA?” aku bersikeras ingin tahu, tapi ia tetap diam.

“Kakek mau tidur,” dan ia meninggalkanku begitu saja.

Lalu, aku merasa ditelantarkan. Aku bingung, dan tak tahu harus bagaimana. Jadi, apa itu sebenarnya? Sial!***